Masa lalu kerap kali menyimpan memori buruk yang ingin kita hapus dari daftar ingatan. Sayangnya, tak mudah membebaskan diri dari rasa marah atau dendam. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penyakit bersumber dari amarah dalam hati.
Kecemasan, depresi, kekhawatiran, insomnia, dan penyakit fisik adalah sedikit dari penyakit yang disebabkan faktor amarah tadi. Dengan memaafkan dan mengucap kata maaf, sebenarnya kita sudah mengambil kembali kendali hidup kita. Ditambah lagi bonus positif untuk kesehatan. Salah satunya adalah turunnya tekanan darah.
Dalam studi The Stanford-Ireland Hope Project, Frederic Luskin PhD dan Carld Thoresen PhD melakukan penelitian tentang dampak memaafkan. Dalam studi ini dilibatkan 17 pria dan wanita yang anggota keluarganya pernah menjadi korban pembunuhan. Selama beberapa waktu para responden itu diberikan training “memaafkan”.
Setelah satu minggu, 35 persen para responden yang kehilangan pasangan, anak, orangtua, atau saudaranya itu melaporkan penyakit sakit kepalanya berkurang. Demikian juga dengan berbagai penyakit yang terkait stres lainnya. Sementara itu, 20 persen responden mengaku gejala depresinya berkurang.
Banyak orang mengakui, memberikan kata maaf bukanlah hal yang mudah. Meski demikian, ada 5 cara yang bisa kita pakai agar hati lebih tulus memaafkan seperti yang dijabarkan oleh Joan Borysenko PhD, penulis buku Inner Peace for Busy People.
1. Memahaami maksud dari memaafkan
Pada umumnya orang tak mau memberikan maaf karena mereka merasa hal itu sama saja dengan menyatakan bahwa orang lain tak berbuat salah atau kita berdamai dengan orang yang telah menyakiti hati kita.
Joan Borysenko PhD, psikolog, mengatakan, memaafkan adalah hal tentang melepaskan amarah yang selama ini menyandera Anda. Ini sama artinya dengan menerima Anda salah dan memutuskan untuk membebaskan diri dari hal yang menyakitkan.
2. Duka untuk yang hilang
Agar kita bisa memaafkan dengan tulus, kita harus merasakan kesedihan. Hal itu butuh waktu, tetapi setelah Anda memutuskan untuk melepaskan amarah, hati akan terasa lebih ringan secara bertahap. Pada saatnya, memori pada kejadian di masa lalu akan lebih jarang diingat dan rasanya tak lagi menyakitkan.
3. Jangan menunggu permintaan maaf
Terkadang orang yang kita anggap telah menyakiti hati kita tak menyadari perbuatannya salah. Atau mungkin juga mereka tak mampu memahami dan berempati. Permintaan maaf dari orang tersebut memang bisa menyembuhkan luka, tetapi memutuskan untuk membuang harapan ada permintaan maaf juga memiliki dampak yang sama.
4. Mencoba memahami alasan
Fakta menunjukkan, perilaku buruk adalah hasil dari emosi yang kurang matang. Ini terbukti dari pelaku kriminalitas yang mayoritas mengalami kekerasan fisik atau psikis pada masa kecilnya. Empati akan membantu kita mengikis rasa marah, bahkan mengubah hidup kita.
5. Sambut yang akan datang
Kehidupan merupakan sebuah sekolah tempat kita belajar banyak hal, termasuk yang menyakitkan. Kita tak bisa menghindarkan diri dari rasa sakit, tetapi kita bisa memilih untuk keluar dari bayang-bayang dendam seumur hidup kita.
Memilih untuk melepaskan dan melanjutkan hidup akan membuat Anda menjadi individu yang baru. Ini akan memberi Anda kedewasaan dan belas kasihan kepada sesama dan juga diri Anda
Rabu, 13 Oktober 2010
KARIR SEORANG PERAWAT
Perawat Tidak harus
Di Rumah Sakit lho !
Jika anda masih berpikir bahwa menjadi perawat harus bekerja di rumah sakit, maka sepertinya itu perlu dikoreksi. Saat ini, dengan perkembangan ekonomi yang begitu cepat, keperawatan menawarkan berbagai macam pengembangan karir yang bisa anda pilih sebagai seorang perawat disamping karir konvensional di rumah sakit. Anda bisa menemukan berbagai macam pengembangan karir yang selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan para perawat. Diantara sekian banyak pengembangan karir itu, antara lain:
Sales aNd MaRkeTtinG
Posisi ini termasuk menjual dan mempromosikan produk farmasi atau produk-produk medis lain yang meliputi barang dan jasa. Termasuk juga membangun dan memelihara hubungan dengan klien, customer service, pendidikan dan pelatihan. Yang harus dipersiapkan untuk masuk dalam karir ini adalah dasar-dasar sebagai seorang sales atau marketing representative.
PenNuLis/EdiToR BuKu KeSeHaTAn/KepErAWatAn
Seorang penulis atau editor ini bekerja di semua bidang yang meliputi penulisan dan editing dan bahkan materi-materi teknis. Materi-materi ini biasanya digunakan dalam riset keperawatan, pendidikan dan pelatihan, penjualan dan pemasaran, dan berbagai macam media kesehatan.
PeNguSaHa/KonSulTan
Karir ini merupakan karir yang sangat menarik, karena dalam keperawatan sebuah konsep yang disebut Nursepreneur sudah mulai booming (walaupun di Indonesia masih belum). Untuk penjelasan lebih lanjut silahkan baca artikel Nursepreneur, Jalan Tepat Atasi Masalah Kesejahteraan Perawat
PeRaWaT HoLiStiK
Karir ini berhubungan dengan spesialisasi dalam keperawatan atau keterampilan khusus, misalnya perawat luka diabetes, perawat khusus stroke, dsb.
TraVelLing NuRSe
Karir ini sangat berkembang dan diminati di luar negeri. Walaupun di Indonesia belum terlalu dikenal, namun beberapa tahun lagi akan menjadi cukup diminati. Travelling Nurse adalah perawat yang disediakan khusus dalam kegiatan travelling. Misalnya ada study tour siswa-siswi sekolah ke Borobudur, maka anda bisa menjadi seorang Traveller Nurse disana.
IKA Ners Universitas Hasanuddin: Perawat Setengah Dokter
IKA Ners Universitas Hasanuddin: Perawat Setengah Dokter: "Membaca judul diatas, masyarakat umum atau bahkan anda sendiri beranggapan bahwa perawat sudah memiliki kemampuan mendekati dokter, ada yang..."
Jumat, 02 Juli 2010
Prof Chaeruddin P Lubis : "PERAWAT adalah Mitra DOKTER"
Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Prof Chairuddin P Lubis mengatakan, perawat bukanlah bawahan dokter melainkan mitra dalam menyembuhkan pasien.
“Selama ini persepsi di masyarakat bahwa perawat itu merupakan bawahan dokter. Untuk itulah sudah menjadi tugas kita untuk meluruskan hal tersebut dan perawat juga harus membekali dirinya dengan pengetahuan tambahan lainnya,” katanya di Medan, Rabu.
Ia mengatakan, kemitraan antara perawat dengan dokter di beberapa negara lainnya seperti Belanda sudah sangat jelas. Pembagian tugas antara keduanya benar-benar difungsikan yakni dokter hanya bertugas mengobati sementara perawat bertugas merawat pasien itu.
“Ketika saya pergi ke beberapa rumah sakit di Belanda bersama beberapa Guru Besar USU beberap tahun lalu, ruangan-ruangan di rumah sakit itu memang dikuasai oleh perawat,” kata dia.
Artinya, lanjut dia, perawatlah yang lebih banyak meluangkan waktunya bersama dengan pasien sementara dokter hanya bertugas mengobati dan menjadikan perawat sebagai teman konsultasi tentang pasien yang dirawat itu.
“Selama ini persepsi di masyarakat bahwa perawat itu merupakan bawahan dokter. Untuk itulah sudah menjadi tugas kita untuk meluruskan hal tersebut dan perawat juga harus membekali dirinya dengan pengetahuan tambahan lainnya,” katanya di Medan, Rabu.
Ia mengatakan, kemitraan antara perawat dengan dokter di beberapa negara lainnya seperti Belanda sudah sangat jelas. Pembagian tugas antara keduanya benar-benar difungsikan yakni dokter hanya bertugas mengobati sementara perawat bertugas merawat pasien itu.
“Ketika saya pergi ke beberapa rumah sakit di Belanda bersama beberapa Guru Besar USU beberap tahun lalu, ruangan-ruangan di rumah sakit itu memang dikuasai oleh perawat,” kata dia.
Artinya, lanjut dia, perawatlah yang lebih banyak meluangkan waktunya bersama dengan pasien sementara dokter hanya bertugas mengobati dan menjadikan perawat sebagai teman konsultasi tentang pasien yang dirawat itu.
Rabu, 23 Juni 2010
HASIL EVALUASI RESPONSI MIKROBIOLOGI STIKES BARAMULI KELAS KEPERAWATAN SIDRAP 20/06/2010
Nama/NIM Mahasiswa Hasil Evaluasi
1. Rika ( 090) A+
2. Kasmawati. K (089) B
3. Ayu Indira (088) B
4. St. Hadija (087) B
5. Ervina (078) C
6. Yenni (081) B
7. Syamsuddin (086) C
8. Abdul Thalib (080) B
9. Haslinda (084) C
10. Kasriani (087) C
11. Salmiati (085) B
12. Megawati (083) E
"Good Job !!!"
1. Rika ( 090) A+
2. Kasmawati. K (089) B
3. Ayu Indira (088) B
4. St. Hadija (087) B
5. Ervina (078) C
6. Yenni (081) B
7. Syamsuddin (086) C
8. Abdul Thalib (080) B
9. Haslinda (084) C
10. Kasriani (087) C
11. Salmiati (085) B
12. Megawati (083) E
"Good Job !!!"
Minggu, 06 Juni 2010
TUGAS KELOMPOK HELMINTOLOGI
SEMESTER/II/NERS/A
SEMESTER/II/NERS/B
Thank's
Friski Marto & Eka Safitri
(Asistensi mata Kuliah IDK III/ IDK IV)
KELOMPOK 1 : ASCARIS LUMBROCOIDES
KELOMPOK 2 : CACING TAMBANG (HOOKWORM)
KELOMPOK 3 : TRICHURIS TRICHURA
KELOMPOK 4 : ENTEROBIUS VERMICULARIS (OXYURIS VERMICULARIS)
KELOMPOK 1 : WUCHERIA BANCROFTI
KELOMPOK 2 : BRUGIA MALAYI DAN BRUGIA TIMORI
KELOMPOK 3 : TANEA SAGINATA
KELOMPOK 4 : TANEA SOLIUM
Note:
Jelaskan ;
1. Morfologi Dan daur Hidup
2. Gejala Klinis
3. Diagnosis, Prognosis
4. Pengobatan
5. Tiap Ketua Tingkat Bertanggung jawab membagi tiap-tiap kelompok ! 4. Pengobatan
WARNING !!!!!
Selesai Sebelum tgl/13/jun/2010
Thank's
Friski Marto & Eka Safitri
(Asistensi mata Kuliah IDK III/ IDK IV)
Senin, 31 Mei 2010
BARAMULI NURSES MUST BE READY TO FIGHT IN INTERNATIONAL
All I know about nursing future and profession, it was make me wake up from my dream, my bad. Because we know, they need our voice and touch. To make they be the better. but I looking for the mirror and I stand up in front of the mirror, I’m asking to my self, “have I ready ?” and I choice what I must suppose to choice.
12th may in this year is a world nurses day. And the title of my speech that I have take to open their main thinks, and heart, for people was still used an ancient thinks about nursing profession.
This topic is relevant with nursing condition in Indonesian right now. We have much to know about the problems, as the first is nursing act plan and until now is stay on the bad.
The second is public perception about nurses, “what it’s nurse?”, “what it’s the characters and function?” it’s still dark. Moreover some of nurse in our country is didn’t know about it, or some ironic is divorced between us is still happened.
And the last problem is some of nurse capable in our country by the theories or skill is still needed more attention and supplement.
From all of the problem that I have to tell before, it must become an our diagnoses to development of nursing science in our country. When it has come, we have must prepare to make a planning of intervention. But its not so easy like your think.
It cause our knowledge about nursing science is still lest. We’ve just to know the problem but we’ve didn’t know or not to take charge about nursing science. Like disease, we cannot to make a diagnoses if we didn’t know about the physiology. So my mean, before we going to fight we must be ready and complete with the war tools.
Just be the better than before or always be smart and good skill. Thank’s Wassalamuallaikum wr/wb.
ASKEP GAGAL GINJAL KRONIK
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GGK (GAGAL GINJAL KRONIS) CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)/Gagal ginjal kronik (GGK)
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.
Setiap orang dalam segala usia bisa terkena gagal ginjal kronik. Namun beberapa golongan orang mempunyai risiko lebih tinggi terkena gagal ginjal kronis apabila masuk dalam salah satu kriteria berikut ini:
• Penderita diabetes
• Penderita hipertensi
• Mempunyai riwayat keluarga penderita gagal ginjal kronis
• Berusia 50 tahun ke atas
Semakin dini gangguan ginjal dapat dideteksi, semakin besar pula kemungkinan untuk memperlambat perkembangan atau bahkan menghentikan penyakit gagal ginjal kronis. Hal lainnya yang mempengaruhi adalah selain treatment yang tepat juga kesungguhan penderita untuk mengikuti petunjuk dari dokter.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.
B. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih
Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
2 pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada Gagal ginjal Kronis:
1. Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi –fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle.
2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh
Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah.
Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.
Perjalanan klinis
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % – 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % – 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CRF
1. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
2. Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.
4. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenaldystrophy.
7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
• Defisiensi folat
• Defisiensi iron/zat besi
• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis
g. Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
h. Endokrin
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin D.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
4. Pemeriksaan Laboratorium
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urin yang tidak normal. Dengan urin analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang progresif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin menurun.
Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.
5. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:
• Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
• Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa kontras.
• Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
• Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
• Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.
6. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.
F. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)
H. PENATALAKSANAAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
3. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
4. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
5. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
6. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.
7. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah dialisis.
8. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.
9. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.
10. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep perawatan secara holistic. Pengkajian dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pada kasus ini akan dibahas khusus pada sistim tubuh yang terpengaruh :
1. Ginjal (Renal)
Kemungkinan Data yang diperoleh :
• Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam)
• Anuria (100 cc / 24 Jam
• Infeksi (WBCs , Bacterimia)
• Sediment urine mengandung : RBCs ,
2. . Riwayat sakitnya dahulu.
• Sejak kapan muncul keluhan
• Berapa lama terjadinya hipertensi
• Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu
• Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang
3. Penanganan selama ada gejala
• Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan
• Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan
• Penggunaan koping mekanisme bila sakit
4. Pola : Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja.
5. Pemeriksaan fisik
• Peningkatan vena jugularis
• Adanya edema pada papelbra dan ekstremitas
• Anemia dan kelainan jantung
• Hiperpigmentasi pada kulit
• Pernapasan
• Mulut dan bibir kering
• Adanya kejang-kejang
• Gangguan kesadaran
• Pembesaran ginjal
• Adanya neuropati perifer
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Aktifitas / istirahat :
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan
Integritas Ego :
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
Eliminasi :
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
Makanan / cairan :
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)
Penggunaan diuretik
Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.
Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
Nyeri / kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.
Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.
Pernapasan
Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
Batuk dengan sputum encer (edema paru).
Keamanan
Kulit gatal
Ada / berulangnya infeksi
Pruritis
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
Ptekie, area ekimosis pada kulit
Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
Interaksi sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.
Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat.
BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap ,
yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.
Toksik uremik adalah bahan yang dituduh sebagai penyebab sindrom klinik uremia. Toksik uremik yang telah diterima adalah : H2O, Na, K, H, P anorganik dan PTH Renin. Sedangkan yang belum diterima adalah : BUN, Kreatinin, asam Urat, Guanidin, midlle molecule dan sebagainya.
Pada umumnya CRF tidak reversibel lagi, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan diet makanan dan minuman untuk orang normal.
Banyak penderita ginjal tidak merasakan gejala penyakitnya sampai kemudian bertambah parah. Untuk itu Anda dapat merasakan berupa gejala dibawah ini yang dapat saja merupakan tanda penyakit gagal ginjal :
• Perubahan urin – seperti adanya darah dalam urin, terlalu banyak atau terlalu sedikit urin dibanding biasanya, dan kecenderungan bangun di tengah malam untuk kencing.
• Fatik – mengantuk atau lemas yang berlebihan
• Bengkak di tangan dan/ atau kaki – kelebihan cairan yang tidak dapat dibuang akan bertumpuk di dalam tubuh.
• Sesak Nafas – kelebihan cairan yang tidak dapat dibuang dapat memenuhi paru – paru sehingga menyebabkan sesak nafas. Selain itu anemia juga menjadi sebab dari gangguan sesak nafas.
• Napsu makan berkurang.
• bengkak seputar mata , khususnya pagi hari.
• Keram otot khususnya malam hari
• Gatal – gatal penumpukan racun dalam darah menyebabkan gatal – gatal yang sangat mengganggu.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
LAMPIRAN
CONTOH KASUS
Nama klien Hj. H
Umur 85 tahun.
Masuk RS Tgl 30 April 2005 dengan keluhan Tidak bisa buang air kecil dan sakit pinggang sebelah kanan.. Keluhan ini berlangsung 3 hari 2 hari lalu kliendirumah. Awalnya klien tidak bisa buang air besar menggunakan dulcolax suppositoria selama 2 hari berturut-turut dan klien bisa BAB.
Sehari kemudian klien susah kencing, walau mengejan air kencing tidak bisa keluar, lalu keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Sesampai di Rumah Sakit dipasang Kateter dan air kencing lancer keluar keluar berwarna agak merah kemudian yang keluar berwarna agak coklat seperti air teh.
Saat pengkajian klien telah dirawat selama 3 hari data focus yang diperoleh:
Keadaan umum klien agak lemah, tungkai bawah lemas,tidak bertenaga, kulit keriput tidak elastis. odema pretibial. Tonus otot kurang. selalu berbaring ditempat tidur, ativitas sehari, hari dibantu oleh anaknya, terpasang kateter urine warna coklat seperti air teh, kain pengalas basah dan berbau.
TD 160/ 90 mmHg. Nadi 82 x/ menit, suhu Badan 36,2O C, sclera tampak pucat, secret mata ( + ). Mulut/ napas berbau amonia, bicara lirih kadang kurang jelas,
Hasil pemeriksaan Laboratorium
Tgl; 2/5 2005
Ureum : 202,32
Kreatinin : 3, 93
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC l: 5,5 x 103 /
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
Pemeriksaan Penunjang
Hasil USG:
Ginjal : Tampak kedua ginjal mengecil dengan echodifferensiasi tidak jelas ( ginjal kanan 5,9 x 3,1 cm; ginjal kiri 5,8 x 2,5 cm ).
Kesan : PNC bilateral.
TERAPI MEDIS
Obat – obatan :
IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/ menit Allopurinol 300mg 1-0-0,
Zonidip 10mg 0-0-1,
Fibrat 300mg 0-0-1
Inj. Neurosanbe 1 amp/ hari/ drips
Berdasarkan pengkajian , diagnosa keperawatan yang didapat :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.
Rencana tindakan :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
1. Kaji status cairan :
Timbang berat badan harian
Keseimbangan masukan dan haluaran
Turgor kulit dan adanya oedema
Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Batasi masukan cairan
3. Identifikasi sumber potensial cairan
Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intra vena.
Makanan
4. Jelaskan rasional pembatasan cairan
5. Bantu klien dalam mengatasi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral.
2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tentukan kemampuan klien untuk berpartyisipasi dalam aktifitas perawatan diri. ( skala 0 – 4 ).
Berikan bantuan dengan aktifitas yang diperlukan
Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan ADL klien ditempat tidur.
Bantu keluarga dalam perawatan diri klien ditempat tidur.
Anjurkan keluarga untuk menganti alas bokong jika basah.
Bantu dan motivasi keluarga untuk menjaga kebersihan tubuh klien,
3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
1. Inspeksi rongga mulut perhatikan kelembapan, karakter saliva, adanya inflamasi, ulserasi.
2. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan.
3. Berikan perawatan mulut sering.
4. Anjurkan hygiene mulut setelah makan dan menjelang tidur.
5. Anjurkan klien untuk menghindari pencuci mulut lemon/ bahan yang mengandung alcohol.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, kelembapan kulit, vaskuler.
2. Ubah posisi dengan sering, gerakan klien dengan perlahan, beri bantalan kain yang lembut pada tonjolan tulang.
3. Pertahankan linen kering bebas dari keriput.
4. Pertahankan kuku tetap pendek.
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.
Setiap orang dalam segala usia bisa terkena gagal ginjal kronik. Namun beberapa golongan orang mempunyai risiko lebih tinggi terkena gagal ginjal kronis apabila masuk dalam salah satu kriteria berikut ini:
• Penderita diabetes
• Penderita hipertensi
• Mempunyai riwayat keluarga penderita gagal ginjal kronis
• Berusia 50 tahun ke atas
Semakin dini gangguan ginjal dapat dideteksi, semakin besar pula kemungkinan untuk memperlambat perkembangan atau bahkan menghentikan penyakit gagal ginjal kronis. Hal lainnya yang mempengaruhi adalah selain treatment yang tepat juga kesungguhan penderita untuk mengikuti petunjuk dari dokter.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.
B. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih
Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
2 pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada Gagal ginjal Kronis:
1. Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi –fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle.
2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh
Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah.
Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.
Perjalanan klinis
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % – 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % – 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CRF
1. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
2. Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.
3. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.
4. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.
5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenaldystrophy.
7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
• Defisiensi folat
• Defisiensi iron/zat besi
• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis
g. Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.
h. Endokrin
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin D.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit
4. Pemeriksaan Laboratorium
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urin yang tidak normal. Dengan urin analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang progresif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin menurun.
Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.
5. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:
• Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
• Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa kontras.
• Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
• Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
• Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.
6. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.
F. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)
H. PENATALAKSANAAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :
1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
3. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
4. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
5. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
6. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.
7. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah dialisis.
8. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.
9. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.
10. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep perawatan secara holistic. Pengkajian dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pada kasus ini akan dibahas khusus pada sistim tubuh yang terpengaruh :
1. Ginjal (Renal)
Kemungkinan Data yang diperoleh :
• Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam)
• Anuria (100 cc / 24 Jam
• Infeksi (WBCs , Bacterimia)
• Sediment urine mengandung : RBCs ,
2. . Riwayat sakitnya dahulu.
• Sejak kapan muncul keluhan
• Berapa lama terjadinya hipertensi
• Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu
• Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang
3. Penanganan selama ada gejala
• Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan
• Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan
• Penggunaan koping mekanisme bila sakit
4. Pola : Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja.
5. Pemeriksaan fisik
• Peningkatan vena jugularis
• Adanya edema pada papelbra dan ekstremitas
• Anemia dan kelainan jantung
• Hiperpigmentasi pada kulit
• Pernapasan
• Mulut dan bibir kering
• Adanya kejang-kejang
• Gangguan kesadaran
• Pembesaran ginjal
• Adanya neuropati perifer
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Aktifitas / istirahat :
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan
Integritas Ego :
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
Eliminasi :
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
Makanan / cairan :
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)
Penggunaan diuretik
Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.
Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
Nyeri / kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.
Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.
Pernapasan
Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
Batuk dengan sputum encer (edema paru).
Keamanan
Kulit gatal
Ada / berulangnya infeksi
Pruritis
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
Ptekie, area ekimosis pada kulit
Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
Interaksi sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.
Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.
J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat.
BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap ,
yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.
Toksik uremik adalah bahan yang dituduh sebagai penyebab sindrom klinik uremia. Toksik uremik yang telah diterima adalah : H2O, Na, K, H, P anorganik dan PTH Renin. Sedangkan yang belum diterima adalah : BUN, Kreatinin, asam Urat, Guanidin, midlle molecule dan sebagainya.
Pada umumnya CRF tidak reversibel lagi, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan diet makanan dan minuman untuk orang normal.
Banyak penderita ginjal tidak merasakan gejala penyakitnya sampai kemudian bertambah parah. Untuk itu Anda dapat merasakan berupa gejala dibawah ini yang dapat saja merupakan tanda penyakit gagal ginjal :
• Perubahan urin – seperti adanya darah dalam urin, terlalu banyak atau terlalu sedikit urin dibanding biasanya, dan kecenderungan bangun di tengah malam untuk kencing.
• Fatik – mengantuk atau lemas yang berlebihan
• Bengkak di tangan dan/ atau kaki – kelebihan cairan yang tidak dapat dibuang akan bertumpuk di dalam tubuh.
• Sesak Nafas – kelebihan cairan yang tidak dapat dibuang dapat memenuhi paru – paru sehingga menyebabkan sesak nafas. Selain itu anemia juga menjadi sebab dari gangguan sesak nafas.
• Napsu makan berkurang.
• bengkak seputar mata , khususnya pagi hari.
• Keram otot khususnya malam hari
• Gatal – gatal penumpukan racun dalam darah menyebabkan gatal – gatal yang sangat mengganggu.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
LAMPIRAN
CONTOH KASUS
Nama klien Hj. H
Umur 85 tahun.
Masuk RS Tgl 30 April 2005 dengan keluhan Tidak bisa buang air kecil dan sakit pinggang sebelah kanan.. Keluhan ini berlangsung 3 hari 2 hari lalu kliendirumah. Awalnya klien tidak bisa buang air besar menggunakan dulcolax suppositoria selama 2 hari berturut-turut dan klien bisa BAB.
Sehari kemudian klien susah kencing, walau mengejan air kencing tidak bisa keluar, lalu keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Sesampai di Rumah Sakit dipasang Kateter dan air kencing lancer keluar keluar berwarna agak merah kemudian yang keluar berwarna agak coklat seperti air teh.
Saat pengkajian klien telah dirawat selama 3 hari data focus yang diperoleh:
Keadaan umum klien agak lemah, tungkai bawah lemas,tidak bertenaga, kulit keriput tidak elastis. odema pretibial. Tonus otot kurang. selalu berbaring ditempat tidur, ativitas sehari, hari dibantu oleh anaknya, terpasang kateter urine warna coklat seperti air teh, kain pengalas basah dan berbau.
TD 160/ 90 mmHg. Nadi 82 x/ menit, suhu Badan 36,2O C, sclera tampak pucat, secret mata ( + ). Mulut/ napas berbau amonia, bicara lirih kadang kurang jelas,
Hasil pemeriksaan Laboratorium
Tgl; 2/5 2005
Ureum : 202,32
Kreatinin : 3, 93
SGOT : 19
SGPT : 30
WBC l: 5,5 x 103 /
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
Pemeriksaan Penunjang
Hasil USG:
Ginjal : Tampak kedua ginjal mengecil dengan echodifferensiasi tidak jelas ( ginjal kanan 5,9 x 3,1 cm; ginjal kiri 5,8 x 2,5 cm ).
Kesan : PNC bilateral.
TERAPI MEDIS
Obat – obatan :
IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/ menit Allopurinol 300mg 1-0-0,
Zonidip 10mg 0-0-1,
Fibrat 300mg 0-0-1
Inj. Neurosanbe 1 amp/ hari/ drips
Berdasarkan pengkajian , diagnosa keperawatan yang didapat :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.
Rencana tindakan :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.
1. Kaji status cairan :
Timbang berat badan harian
Keseimbangan masukan dan haluaran
Turgor kulit dan adanya oedema
Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Batasi masukan cairan
3. Identifikasi sumber potensial cairan
Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intra vena.
Makanan
4. Jelaskan rasional pembatasan cairan
5. Bantu klien dalam mengatasi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral.
2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tentukan kemampuan klien untuk berpartyisipasi dalam aktifitas perawatan diri. ( skala 0 – 4 ).
Berikan bantuan dengan aktifitas yang diperlukan
Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan ADL klien ditempat tidur.
Bantu keluarga dalam perawatan diri klien ditempat tidur.
Anjurkan keluarga untuk menganti alas bokong jika basah.
Bantu dan motivasi keluarga untuk menjaga kebersihan tubuh klien,
3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
1. Inspeksi rongga mulut perhatikan kelembapan, karakter saliva, adanya inflamasi, ulserasi.
2. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan.
3. Berikan perawatan mulut sering.
4. Anjurkan hygiene mulut setelah makan dan menjelang tidur.
5. Anjurkan klien untuk menghindari pencuci mulut lemon/ bahan yang mengandung alcohol.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, kelembapan kulit, vaskuler.
2. Ubah posisi dengan sering, gerakan klien dengan perlahan, beri bantalan kain yang lembut pada tonjolan tulang.
3. Pertahankan linen kering bebas dari keriput.
4. Pertahankan kuku tetap pendek.
Kamis, 04 Maret 2010
Imu Gizi Dalam Keperawatan
A. LATAR BELAKANG
Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.
Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya, dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
B. TUJUAN
Tujuan pembelajaran adalah diharapkan mahasiswa diakhir perkuliahan dapat menjelaskan konsep dasar ilmu gizi. Materi ini akan membahas beberapa pokok bahasan yang berkaitan dengan konsep dasar ilmu gizi antara lain :
1. Pengertian Gizi itu sendiri
2. Konsep Gizi Seimbang
3. Konsep Gizi Buruk
A. PENGERTIAN GIZI
- Ilmu Gizi (Nutrience Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal/ tubuh.
- Zat Gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses kehidupan.
- Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dri organ-organ, serta menghasilkan energi.
- Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan.
- Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/ ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.
- Bahan makanan adalah makanan dalam keadaan mentah.
- Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab ghidza, yg berarti “makanan”. Ilmu gizi bisa berkaitan dengan makanan dan tubuh manusia.Dalam bahasa Inggris, food menyatakan makanan, pangan dan bahan makanan.
Pengertian gizi terbagi secara klasik dan masa sekarang yaitu :
- Secara Klasik : gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh (menyediakan energi, membangun, memelihara jaringan tubuh, mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh).
- Sekarang : selain untuk kesehatan, juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, produktivitas kerja.
Sejarah Perkembangan Ilmu Gizi
Berdiri tahun 1926, oleh Mary Swartz Rose saat dikukuhkan sebagai profesor ilmu gizi di Universitas Columbia , New York , AS. Pada zaman purba, makanan penting untuk kelangsungan hidup. Sedangkan pada zaman Yunani, tahun 400 SM ada teori Hipocrates yang menyatakan bahwa makanan sebagai panas yang dibutuhkan manusia, artinya manusia butuh makan.
Beberapa penelitian yang menegaskan bahwa ilmu gizi sudah ada sejak dulu, antara lain:
- Penelitian tentang Pernafasan dan Kalorimetri – Pertama dipelajari oleh Antoine Lavoisier (1743-1794). Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan energi makanan yang meliputi proses pernafasan, oksidasi dan kalorimetri. Kemudian berkembang hingga awal abad 20, adanya penelitian tentang pertukaran energi dan sifat-sifat bahan makanan pokok.
- Penemuan Mineral – Sejak lama mineral telah diketahui dalam tulang dan gigi. Pada tahun 1808 ditemukan kalsium. Tahun 1808, Boussingault menemukan zat besi sebagai zat esensial. Ringer (1885) dan Locke (1990), menemukan cairan tubuh perlu konsentrasi elektrolit tertentu. Awal abad 20, penelitian Loeb tentang pengaruh konsentrasi garam natrium, kalium dan kalsium klorida terhadap jaringan hidup.
- Penemuan Vitamin – Awal abad 20, vitamin sudah dikenal. Sejak tahun 1887-1905 muncul penelitian-penelitian dengan makanan yang dimurnikan dan makanan utuh. Dengan hasil: ditemukan suatu zat aktif dalam makanan yang tidak tergolong zat gizi utama dan berperan dalam pencegahan penyakit (Scurvy dan Rickets). Pada tahun 1912, Funk mengusulkan memberi nama vitamine untuk zat tersebut. Tahun 1920, vitamin diganti menjadi vitamine dan diakui sebagai zat esensial.
- Penelitian Tingkat Molekular dan Selular – Penelitian ini dimulai tahun 1955, dan diperoleh pengertian tentang struktur sel yang rumit serta peranan kompleks dan vital zat gizi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel. Setelah tahun 1960, penelitian bergeser dari zat-zat gizi esensial ke inter relationship antara zat-zat gizi, peranan biologik spesifik, penetapan kebutuhan zat gizi manusia dan pengolahan makanan thdp kandungan zat gizi.
- Keadaan Sekarang – Muncul konsep-konsep baru antara lain: pengaruh keturunan terhadap kebutuhan gizi; pengaruh gizi terhadap perkembangan otak dan perilaku, kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap penyakit infeksi. Pada bidang teknologi pangan ditemukan : cara mengolah makanan bergizi, fortifikasi bahan pangan dengan zat-zat gizi esensial, pemanfaatan sifat struktural bahan pangan, dsb. FAO dan WHO mengeluarkan Codex Alimentaris (peraturan food labeling dan batas keracunan).
Ruang Lingkup Ilmu Gizi
Ruang lingkup cukup luas, dimulai dari cara produksi pangan, perubahan pascapanen (penyediaan pangan, distribusi dan pengolahan pangan, konsumsi makanan serta cara pemanfaatan makanan oleh tubuh yang sehat dan sakit).
Ilmu gizi berkaitan dengan ilmu agronomi, peternakan, ilmu pangan, mikrobiologi, biokimia, faal, biologi molekular dan kedokteran.
Informasi gizi yang diberikan pada masyarakat, yang meliputi gizi individu, keluarga dan masyarakat; gizi institusi dan gizi olahraga.
Perkembangan gizi klinis :
Ilmu gizi berkaitan dengan ilmu agronomi, peternakan, ilmu pangan, mikrobiologi, biokimia, faal, biologi molekular dan kedokteran.
Informasi gizi yang diberikan pada masyarakat, yang meliputi gizi individu, keluarga dan masyarakat; gizi institusi dan gizi olahraga.
Perkembangan gizi klinis :
- Anamnesis dan pengkajian status nutrisi pasien.
- Pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan defisiensi zat besi.
- Pemeriksaan antropometris dan tindak lanjut terahdap gangguannya.
- Pemeriksaan radiologi dan tes laboratorium dengan status nutrisi pasien.
- Suplementasi oral, enteral dan parenteral.
- Interaksi timbal balik antara nutrien dan obat-obatan.
- Bahan tambahan makanan (pewarna, penyedap dan sejenis serta bahan-bahan kontaminan).
Pengelompokan Zat Gizi Menurut Kebutuhan.Terbagi dalam dua golongan besar yaitu makronutrien dan mikronutrien.
Makronutrien
Komponen terbesar dari susunan diet, berfungsi untuk menyuplai energi dan zat-zat esensial (pertumbuhan sel/ jaringan), pemeliharaan aktivitas tubuh. Karbohodrat (hidrat arang), lemak, protein, makromineral dan air.
Mikronutrien
Golongan mikronutrien terdiri dari :
- Karbohidrat – Glukosa; serat.
- Lemak/ lipida – Asam linoleat (omega-6); asam linolenat (omega-3).
- Protein – Asam-asam amino; leusin; isoleusin; lisin; metionin; fenilalanin; treonin; valin; histidin; nitrogen nonesensial.
- Mineral – Kalsium; fosfor; natrium; kalium; sulfur; klor; magnesium; zat besi; selenium; seng; mangan; tembaga; kobalt; iodium; krom fluor; timah; nikel; silikon, arsen, boron; vanadium, molibden.
- Vitamin – Vitamin A (retinol); vitamin D (kolekalsiferol); vitamin E (tokoferol); vitamin K; tiamin; riboflavin; niaclin; biotin; folasin/folat; vitamin B6; vitamin B12; asam pantotenat; vitamin C.
- Air
Fungsi Zat Gizi
- Memberi energi (zat pembakar) – Karbohidrat, lemak dan protein, merupakan ikatan organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar dan dibutuhkan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.
- Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (zat pembangun) – Protein, mineral dan air, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan menganti sel yang rusak.
- Mengatur proses tubuh (zat pengatur) – Protein, mineral, air dan vitamin. Protein bertujuan mengatur keseimbangan air di dalam sel,bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai penangkal organisme yang bersifat infektil dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh. Mineral dan vitamin sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal sarafdan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh, seperti dalam darah, cairan pencernaan, jaringan, mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa/ ekskresi dan lain-lain proses tubuh.
B. KONSEP GIZI SEIMBANG
Pengantar
Masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah masalah gizi kurang dan gizi lebih. Pola pertumbuhan dan status gizi merupakan indikator kesejahteraan. Oleh karena itu, perlu adanya program gizi yang berguna untuk mendorong kedua hal tersebut.
Masalah gizi menyebabkan kualitas SDM menjadi rendah. Adapun tujuan program pangan dan gizi yang dikembangkan untuk mencapai Indonesia Sehat 2010 adalah :
- Meningkatkan ketersediaan komoditas pangan pokok dengan jumlah yang cukup, kualitas memadai dan tersedia sepanjang waktu melalui peningkatan produksi dan penganekaragaman serta pengembangan produksi olahan.
- Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memantapkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga.
- Meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yg baik dengan menurunkan prevalensi gizi kurang dan gizi lebih.
- Meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi untuk mencapai hidup sehat.
Sejarah Gizi Seimbang
Pada tahun 1992 diselenggarakan konggres gizi internasional di Roma. Konggres tersebut membahas pentingnya gizi seimbang untuk menghasilkan kualitas SDM yang handal. Hasilnya adalah rekomendasi untuk semua negara menyusun PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang). Sebenarnya di Indonesia, pada tahun 1950 pernah diperkenalkan pedoman 4 sehat 5 sempurna, yang kemudian setelah adanya konggres gizi internasional di Roma dikembangkan PUGS pada tahun 1995.Slogan 4 sehat 5 sempurna merupakan bentuk implementasi PUGS dan terdapat 13 pesan dalam PUGS.
Pengertian Gizi Seimbang
Gizi Seimbang adalah makanan yang dikonsumsi oleh individu sehari-hari yang beraneka ragam dan memenuhi 5 kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan tidak kekurangan (Dirjen BKM, 2002).
Menu seimbang : menu yang terdiri dari beranekaragam makanan dengan jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2001)
Peranan berbagai kelompok bahan makanan tergambar dalam piramida gizi seimbang yang berbentuk kerucut. Populer dengan istilah “TRI GUNA MAKANAN”.
Menu seimbang : menu yang terdiri dari beranekaragam makanan dengan jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2001)
Peranan berbagai kelompok bahan makanan tergambar dalam piramida gizi seimbang yang berbentuk kerucut. Populer dengan istilah “TRI GUNA MAKANAN”.
Pertama, sumber zat tenaga yaitu padi-padian dan umbi-umbian serta tepung-tepungan yang digambarkan di dasar kerucut.
Kedua, sumber zat pengatur yaitu sayuran dan buah-buah digambarkan bagian tengah kerucut.
Ketiga, sumber zat pembangun, yaitu kacang-kacangan, makanan hewani dan hasil olahan, digambarkan bagian atas kerucut.
Faktor yang Mempengaruhi Penyusunan Gizi Seimbang
- Ekonomi (terjangkau dengan keuangan keluarga)
- Sosial budaya (tidak bertentangan)
- Kondisi kesehatan
- Umur
- Berat badan
- Aktivitas
- Kebiasaan makan (like or dislike).
- Ketersediaan pangan setempat.
C. KONSEP GIZI BURUK
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita.
Penyebab gizi buruk
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu : (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. (2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu: (1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat; (2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak; (3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu : (1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan. (2) Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu: (1) Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat; (2) Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak; (3) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu: (1) Keluarga miskin; (2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak; (3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.
Indikasi Gizi Buruk
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmic-kwashiorkor.
Dua Tipe Gizi Buruk (Kwasiorkor dan Marasmus)
Kwasiorkor
Memiliki ciri: (1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab; (2) pandangan mata sayu; (3) rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok; (4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel; (5) terjadi pembesaran hati; (6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk; (7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis); (8) sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut; (9) anemia dan diare.
Memiliki ciri: (1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab; (2) pandangan mata sayu; (3) rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok; (4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel; (5) terjadi pembesaran hati; (6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk; (7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis); (8) sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut; (9) anemia dan diare.
Marasmus
Memiliki ciri-ciri: (1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit; (2) wajah seperti orang tua; (3) mudah menangis/cengeng dan rewel; (4) kulit menjadi keriput; (5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar); (6) perut cekung, dan iga gambang; (7) seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang); (8) diare kronik atau konstipasi (susah buang air).
Memiliki ciri-ciri: (1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit; (2) wajah seperti orang tua; (3) mudah menangis/cengeng dan rewel; (4) kulit menjadi keriput; (5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar); (6) perut cekung, dan iga gambang; (7) seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang); (8) diare kronik atau konstipasi (susah buang air).
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
Pencegahan
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak: (1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun. (2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.(3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter. (4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit. (5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk pada anak: (1) Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu, anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun. (2) Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandungan protein, lemak, vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.(3) Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu. Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter. (4) Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit. (5) Jika anak telah menderita karena kekurangan gizi, maka segera berikan kalori yang tinggi dalam bentuk karbohidrat, lemak, dan gula. Sedangkan untuk proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber kalori lainnya sudah terlihat mampu meningkatkan energi anak. Berikan pula suplemen mineral dan vitamin penting lainnya. Penanganan dini sering kali membuahkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi kesehatan secara umum. Namun, biasanya akan meninggalkan sisa gejala kelainan fisik yang permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.
Gagal Tumbuh
Gagal tumbuh adalah bayi atau anak dengan pertumbuhan fisik kurang secara bermakna dibanding anak sebayanya.
Tanda-tandanya: (a) Kegagalan mencapai tinggi dan berat badan ideal; (b) Hilangnya lemak dibawah kulit secara signifikan; (c) Berkurangya massa otot; (d) Infeksi berulang.
Faktor penyebab: (1) Faktor sosial, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. (2) Faktor kemiskinan, rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar sering kali tidak bisa dipenuhi. (3) Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan. (4) Infeksi, disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
Gagal tumbuh adalah bayi atau anak dengan pertumbuhan fisik kurang secara bermakna dibanding anak sebayanya.
Tanda-tandanya: (a) Kegagalan mencapai tinggi dan berat badan ideal; (b) Hilangnya lemak dibawah kulit secara signifikan; (c) Berkurangya massa otot; (d) Infeksi berulang.
Faktor penyebab: (1) Faktor sosial, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak. (2) Faktor kemiskinan, rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar sering kali tidak bisa dipenuhi. (3) Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan. (4) Infeksi, disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
A. Kesimpulan
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index (HDI).
Secara umum diIndonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro.
Data Susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5 % (1989) menjadi 24,6 % (2000). Namun kondisi tersebut tidak diikuti dengan penurunan prevalensi gizi buruk bahkan prevalensi gizi buruk cenderung meningkat.
Secara umum di
Data Susenas menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang menurun dari 37,5 % (1989) menjadi 24,6 % (2000). Namun kondisi tersebut tidak diikuti dengan penurunan prevalensi gizi buruk bahkan prevalensi gizi buruk cenderung meningkat.
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Manifestasi dari masalah gizi makro bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR). Bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah. Anak balita yang sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi, apabila sesuai dengan standar anak disebut Gizi Baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut Gizi Kurang, sedangkan jika jauh di bawah standar disebut Gizi Buruk. Bila gizi buruk disertai dengan tandatanda klinis seperti ; wajah sangat kurus, muka seperti orang tua, perut cekung, kulit keriput disebut Marasmus, dan bila ada bengkak terutama pada kaki, wajah membulat dan sembab disebut Kwashiorkor. Marasmus dan Kwashiorkor atau Marasmus Kwashiorkor dikenal di masyarakat sebagai “busung lapar”. Gizi mikro (khususnya Kurang Vitamin A, Anemia Gizi Besi, dan Gangguan Akibat Kurang Yodium)
B. Kritik dan Saran
problematika penanganan gizi buruk dan malnutrisi secara umum, menghadapkan kita kembali pada pentingnya penguatan masyarakat. Untuk menjembatani kesenjangan antara pendekatan statistik dan empirik, di sini peran serta masyarakat menjadi penting.
Masyarakat sebagai ujung tombak keseharian idealnya lebih besar lagi peran sertanya dalam penemuan kasus-kasus dan penanganannya. Untuk itu, di tataran praktis, layanan kesehata problematika penanganan gizi buruk dan malnutrisi secara umum, menghadapkan kita kembali pada pentingnya penguatan masyarakat. Untuk menjembatani kesenjangan antara pendekatan statistik dan empirik, di sini peran serta masyarakat menjadi penting.
Pemerintah Daerah apabila betul-betul berkomitmen dalam hal ini, dapat memberi penguatan pada sukarelawan, misalnya memperhatikan logistik, transportasi, dan kemudahan fasilitas infrastruktur.
Yang penting untuk dikuatkan juga adalah peran serta filantrofi. Mobilisasi dukungan dana maupun sumber daya lainnya dari kegiatan filantrofi perlu dioptimalkan. Organisasi kemasyarakatan termasuk pula di lembaga-lembaga keagamaan merupakan sumber dukungan yang potensial.
Pemerintah Daerah dapat mengambil peran sebagai fasilitator dengan menyediakan pemetaan masalah dan infrastruktur. Dengan demikian, kendala kekakuan birokrasi dengan pendekatan statistiknya diharapkan dapat dicairkan oleh optimalisasi peran serta masyarakat, dengan pendekatan empiriknya. dihidupkan lagi hingga ke pelosok dunia
DAFTAR PUSTAKA
1). Anonim. 2007. Ciri-ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan Online.
2). Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika Online.
3). Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan ke-2. Jakarta : Rineka Cipta.
4). Hadi, Hamam (2005). Beban Ganda Masalah Gizi Dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional : Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 5 Februari 2005.
5). Azwar. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi Dan Tantangan Di Masa Datang ; Makalah pada Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi, di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 27 September 2004
Label:foto, liburan
Ilmu Gizi Dalam Keperawatan
Langganan:
Postingan (Atom)